Pages

Bahwa KAU Mencintaiku






Sri Wahyuni ( Senorita Ceria)


"Aku gadis biasa yang belum dapat menyentuh keindahan langit. Namun aku gadis luar biasa bahagia karena telah memeluk keindahan awan yang bergerak, kehangatan matahari, kelembutan bulan, kesetiaan bintang, dan dapat memandang pelangi yang menawan."




Terima kasih untuk Bunda. Dengan ketangguhannya, melahirkan dan merawatku. Dengan kepayahan yang tak pernah beliau keluhkan. Dengan air mata yang tak pernah beliau tumpahkan dihadapanku. Dengan kesabaran yang tak ada batasnya. Dengan kelembutan yang tak tertandingi. Dengan kata-kata yang menyentuh meski tak seindah para penyair dan semanis para pujangga. Walau kini kau telah tiada disisiku, tapi bunda tetap  menjadi Beautiful in My Heart. Setiap hembusan nafasku akan menjadi do’a untuk Bunda.
Terima kasih untuk Ayah. Telah mengajariku untuk menjadi gadis pantang menterah. Setiap hari pergi keladang tak pernah mengeluh betapa panas matahari menyengat tubuhnya. Semua dilakukan hanya  untuk keluarga.
Terima kasih untuk Kakak-kakakku. Yang telah menyayangiku dan selalu membuat aku tersenyum, kadang sampai lupa dengan kebutuhan kalian sendiri karena berusaha untuk membahagiakanku.
Terima kasih untuk Para Guru. Memberiku ilmu ditengah gurun kebodahan. Memberiku air kehidupan untuk menuntunku mencari cahaya kehidupan. Telah mereka ajari aku arti pertanyaan yang belum pernah aku pecahkan.
Terima kasih untuk Para Sahabat. Karna mereka, aku tahu bahwa hidup adalah pelangi. Mempunyai sejuta warna, dengan perbedaan sifat mereka aku sadar bahwa hidup itu indah. Bahwa perbedaan itu kecantikan yang diberikan Tuhan untuk dinikmati, bukan untuk dijadikan perbandingan.
TUHAN……. Terima kasih memberiku cinta dan orang-orang yang mencitaiku. Memberi mata untuk melihat warna, kaki untuk berjalan diatas keindahan lukisan-Mu, dan tangan untuk menyentuh keajaiban-Mu. Tak lupa hati untuk merasakan Bahwa KAU Mencintaiku.


                                                                                                            Yogyakarta, 11 Mei 2012

Kampusku Tercinta

Fakultas Dakwah
Fakutlas Ushuluddin
Fakultas Saintek
Fakultas Adab
Fakultas Syariah
Fakultas Tarbiyah

Meneguhkan Resistensi Perempuan


Judul Buku: Kekuatan Perempuan dalam Perjuangan Gus Dur-Gus Miek
Penulis: M. N. Ibad
Penerbit: Pustaka Pesantren
Tebal:178 hlm.
Cetakan: 2011
Peresensi: Sri Wahyuni

           




               Sudah menjadi rahasia umum bahwa di balik kebesaran setiap penakluk dunia, di belakang setiap manusia yang melegenda, terdapat perempuan-perempuan agung yang dengan setia menopang kebesarannya. Sayangnya, peran penting para perempuan ini jarang sekali terungkap ke muka publik. Peran signifikan perempuan seperti ‘lenyap’ dan kebebasan mereka pun menurun dengan drastis.
            Padahal, anatara laki-laki dan perempuan saling membutuhkan satu sama lain. Sudah selayaknya laki-laki dan perempuan memahami kelebihan dan kekurangannya masing-masing, serta menyadari kesetaraan dan kebersamaan peran masing-masing. Sebagimana yang Adam dan Hawa dulu contohkan. Adam tidak bisa menjalani kehidupan di surga sendirian, ia membutuhkan sosok perempuan yang menjadi tempat berkeluh kesah serta bisa merasakan apa saja seperti yang ia rasakan: Hawa. Tanpa Hawa, tidak akan terlahir anak-anak Adam. Dan tanpa Adam, Hawa tidak akan pernah bisa mengandung dan melahirkan.
            Apa pun dan bagaimanpun perbedaan yang terjadi dalam kehidupan umat manusia, ada satu hal yang tidak bisa dipungkiri; bahwa kehidupan manusia, di mana pun dan bagaimanapun bentuknya membutuhkan sosok dan peran perempuan. Dalam ragam perjuangan apa pun, kehadiran dan peran perempuan mutlak diperlukan, kerena sudah sejak awal penciptaan, laki-laki (Adam As) membutuhkan pasangannya yang berjenis kelamin perempuan (Hawa). (hlm,17)
            Menurut Gus Dur, seperti yang diungkap dalam buku ini, anggapan bahwa perempuan lebih lemah dari laki-laki menjadi anggapan dunia Islam pada umumnya selama ini, meskipun dalam kenyataannya justru sebaliknya. Dalam perjalanannya, Gus Dur justru banyak menjumpai perempuan yang memiliki kecerdasan atau keilmuwan melebihi kaum lelaki. Gus Dur juga mengaku, orang yang paling berjasa dalam membina minat Gus Dur  dalam membaca adalah seorang perempuan bernama Rubi’ah, guru bahasa Inggrisnya.
 Selain Rubi’ah, perempuan yang mempengaruhi Gus Dur adalah Ratih Hardjono. Ia dengan tegas dan berwibawa mengatur jadwal kampanye dan jumpa pers yang dilakukan Gus Dur, dan Gus Dur pun selalu mematuhinya. Sikap patuh ini merupakan salah satu bukti bahwa Gus Dur mengakui kecerdasan perempuan. Sebab itulah, bagi Gus Dur, akal perempuan tidak separuh dari akal laki-laki, tidak seperti yang dipahami umat Islam pada umamnya.
             Sementara Gus Miek mengakui kecerdasan perempuan melalui ungkapan-ungkapannya secara nyata di hadapan beberapa jama’ahnya yang laki-laki. Pernyataan-pernyataan itu mengindikasikan bahwa di dalam jam’iyahnya, beberapa perempuan memiliki kecerdasan di atas laki-laki.
M. N. Ibad, dengan bukunya yang berjudul Kekuatan Perempuan dalam Perjuangan Gus Dur-Gus Miek ini menyajikan potret usaha keras Gus Dur dan Gus Miek dalam meperjuangkan keteguhan resistensi perempuan. Baik Gus Dur maupun Gus Miek, meyakini bahwa setiap perempuan memiliki kekuatan yang tidak berbeda dengan laki-laki, bahkan memiliki potensi untuk menjadi kekuatan perubahan yang luar biasa. Pemikiran maupun gerak Gus Dur dan Gus Miek tentang perempuan─terkait dengan tingkat kecerdasan, kekuatan, kehambaan, kepemimpinan, keibuan maupun perempuan dalam institusi─semua terangkum dalam buku setebal 178 ini. Selamat membaca!