Malam itu langit sangat indah, bertaburan bintang yang
berkelap-kelip. Namun tak tahu kenapa suasana hati sedang tak enak; gelisah
tentang hal yang semestinya terjadi. Rasanya menyakitkan saat kita tersadar
telah kehilangna Ibunda tercinta. Dan dipondok kecil itu sering aku menangis
meluapkan rasa kesedihan. Ketidakikhlasan menerima kenyataan, dan itulah yang
membuat sesak dada dan terasa menyakitkan. Aku merasa kesedihan itu hanya
menimpaku, ternyata aku salah, karena teman seorang sahabat yang
duduk disebelahku lebih dulu kehilangan Ibundanya. Dan betapa tegarnya
sahabatku itu, dengan keadaan yang menimpa kita berdua dia masih berusaha menghibur
dan menguatkan aku. Dia torehkan tinta
diatas kertas putih yang bisa memberikanku kekuatan untuk menerima kenyataan
hidup. Buah pena sahabat Isti Faiyyah ( Al-Huda, 30 Oktober 2009).
Sobat kepedihan yang menyayat-nyayat hati kita sama
Aku tahu apa yang kau rasakan dan sebaliknya
Seorang penopang hidup, pelindung, guru telah meninggalkan
kita untuk selamnaya
Teramat sangat perih luka ini
Tapi aku tak mau menumpahkannya
Yang hanya akan membasahi kelopak mataku
Sudah terlalau banyak air yang keluar dari mata ini dan
aku tidak mau membanjiri sekitarnya
Jangan
menangis lagi sobat
Memang
hati kita perih, tapi…..
Jangan
menangis lagi…
Ini
memang takdir yang harus kita jalani
Kita harus tegar jangan menangis lagi…
Lihatlah langit mala mini pun ikut meneteskan air mata
Dengarkanlah langitpun ikut merintih, ia tahu kepedihan
hati kita
Kuatkan hati ! inilah kehidupan
Jangan jadikan ujian membuat kita lemah
Tapi jadikan ujian, cobaan sebagai hal yang akan membuat
kita bertambah kuat
Kita akan lebih kuat dari pada mereka yang belum
merasakannya
Karena kita telah belajar mandiri sejak dini
Ingatlah diluar sana masih ada yang lebih menderita dari
pada kita
Dan aku
masih ingat betul dalam gelap malam, kita saling menumpahkan perasaan yang tak
kita mengerti. Malam semakin larut bintang yang semula memancarkan cahaya
semakin redup dan berganti awan yang mengumpal hitam. Benar saja malam itu
langit ikut merintih, menyaksikan dua anak manusia yang meluapkan kepedihan. Dan
kau berkata ‘’ Tak boleh kita meratapi kesedihan dengan berlebih, yang membuat
kita susah sebenarnya diri kita sendiri. Kita pasti bisa melewati hari-hari
kita dengan senyum yang berarti’’.
Terima
kasih sobat, dari mu aku menemukan dan belajar tentang banyak hal. Tentang
keikhlasan untuk melepaskan orang terkasih, karena perpisahan bukan berarti
akhir dari dunia melainkan babak baru dengan orang-orang baru. Tentang kekuatan untuk menjalani kehidupan ke
titik tingkat yang lebih baik beranjak dari sebuah keterpurukan. Dalam do’aku
menyentuh jiwa indahmu dalam do’a kuraih senyum ridho akan senyummu. Semoga Allah menempatkan Ibunda tercinta kita
di taman surga-Nya. Amin
Salam hangat teruntuk sahabat-sahabatku yang setia dan
mau berbagi kesedihan dan kegembiraan bersama. Perasaan yang sangat
menjengkelkan disaat kita jauh seperti ini aku ingin kembali seperti dulu saat
kita masih bersama-sama. Kita bersama lalui kehidupan dari tidur bareng, makan
bareng, mandi pun kita suka bareng-bareng, sekolah bareng, ngaji bareng,
teng-teng crit (tenguk-tenguk cerita )bersama bahkan kita sering melanggar
peraturan pondok bareng-bareng dari yang bolos ngaos, bolos sekolah, keluar
pondok tanpa izin bahkan dari kencan pun kita lakukan bareng-bareng dan
sepertinya semuanya kita lakukan bareng-bareng. [ Isfa, Icha, Yuyul, Ira, Faiz,
EmYeTe, Mbak Tix-Tak, Aliefah, A’yun, Nisa, Simbah (Muzdalifah) Putri, Ely Boy,
] Best Friend Forever aku merindukan kalian….
Yogyakarta, 08 November 2013