Judul Buku:
Kekuatan Perempuan dalam Perjuangan Gus Dur-Gus Miek
Penulis: M. N.
Ibad
Penerbit: Pustaka
Pesantren
Tebal:178 hlm.
Cetakan: 2011
Peresensi: Sri Wahyuni
Sudah menjadi rahasia
umum bahwa di balik kebesaran setiap penakluk dunia, di belakang setiap manusia
yang melegenda, terdapat perempuan-perempuan agung yang dengan setia menopang
kebesarannya. Sayangnya, peran penting para perempuan ini jarang sekali
terungkap ke muka publik. Peran signifikan perempuan seperti ‘lenyap’ dan
kebebasan mereka pun menurun dengan drastis.
Padahal, anatara laki-laki
dan perempuan saling membutuhkan satu sama lain. Sudah selayaknya laki-laki dan
perempuan memahami kelebihan dan kekurangannya masing-masing, serta menyadari
kesetaraan dan kebersamaan peran masing-masing. Sebagimana yang Adam dan Hawa dulu
contohkan. Adam tidak bisa menjalani kehidupan di surga sendirian, ia
membutuhkan sosok perempuan yang menjadi tempat berkeluh kesah serta bisa
merasakan apa saja seperti yang ia rasakan: Hawa. Tanpa Hawa, tidak akan
terlahir anak-anak Adam. Dan tanpa Adam, Hawa tidak akan pernah bisa mengandung
dan melahirkan.
Apa pun dan bagaimanpun
perbedaan yang terjadi dalam kehidupan umat manusia, ada satu hal yang tidak
bisa dipungkiri; bahwa kehidupan manusia, di mana pun dan bagaimanapun
bentuknya membutuhkan sosok dan peran perempuan. Dalam ragam perjuangan apa
pun, kehadiran dan peran perempuan mutlak diperlukan, kerena sudah sejak awal
penciptaan, laki-laki (Adam As) membutuhkan pasangannya yang berjenis kelamin perempuan
(Hawa). (hlm,17)
Menurut Gus Dur, seperti
yang diungkap dalam buku ini, anggapan bahwa perempuan lebih lemah dari
laki-laki menjadi anggapan dunia Islam pada umumnya selama ini, meskipun dalam
kenyataannya justru sebaliknya. Dalam perjalanannya, Gus Dur justru banyak
menjumpai perempuan yang memiliki kecerdasan atau keilmuwan melebihi kaum
lelaki. Gus Dur juga mengaku, orang yang paling berjasa dalam membina minat Gus
Dur dalam membaca adalah seorang
perempuan bernama Rubi’ah, guru bahasa Inggrisnya.
Selain Rubi’ah,
perempuan yang mempengaruhi Gus Dur adalah Ratih Hardjono. Ia dengan tegas dan
berwibawa mengatur jadwal kampanye dan jumpa pers yang dilakukan Gus Dur, dan
Gus Dur pun selalu mematuhinya. Sikap patuh ini merupakan salah satu bukti
bahwa Gus Dur mengakui kecerdasan perempuan. Sebab itulah, bagi Gus Dur, akal
perempuan tidak separuh dari akal laki-laki, tidak seperti yang dipahami umat Islam
pada umamnya.
Sementara Gus Miek mengakui kecerdasan
perempuan melalui ungkapan-ungkapannya secara nyata di hadapan beberapa
jama’ahnya yang laki-laki. Pernyataan-pernyataan itu mengindikasikan bahwa di
dalam jam’iyahnya, beberapa perempuan
memiliki kecerdasan di atas laki-laki.
M. N. Ibad, dengan bukunya yang berjudul Kekuatan Perempuan dalam Perjuangan Gus Dur-Gus Miek ini menyajikan
potret usaha keras Gus Dur dan Gus Miek dalam meperjuangkan keteguhan
resistensi perempuan. Baik Gus Dur maupun Gus Miek, meyakini bahwa setiap
perempuan memiliki kekuatan yang tidak berbeda dengan laki-laki, bahkan
memiliki potensi untuk menjadi kekuatan perubahan yang luar biasa. Pemikiran maupun
gerak Gus Dur dan Gus Miek tentang perempuan─terkait dengan tingkat kecerdasan,
kekuatan, kehambaan, kepemimpinan, keibuan maupun perempuan dalam institusi─semua
terangkum dalam buku setebal 178 ini. Selamat membaca!
1 komentar:
Nah....
:D
Posting Komentar