Pages

Narasi Cinta Naela



   Terkadang memang begitu, itulah perasaan membuat kita lemah.
Aku selalu ingat kata-kata yang diucapkan Naela dengan suara yang bergetar. Matanya sayu dan setengah mengatup. Adakah masalah yang membuatnya murung seperti itu? Raut wajah yang membuat aku ingin selalu memahaminya. Sebuah rahasia yang sekian lama membuatku penasaran. Begitu lama kita bersahabat baru kali ini aku tak bisa memahaminya. Aku hanya merasa ada sesuatu yang sulit untuk dijelaskan dengan kata-kata. Suatu hal yang membuat Naela nampak murung.
“Tidak, May. Aku tidak sakit, mungkin aku cuman kecapekan,” katanya lirih. ”Aku mungkin tampak aneh. Yah, memang banyak yang bilang begitu. Padahal aku hanya menuruti perasaan di hati, itu nggak ada salahnya bukan? Karna aku tak pernah memintanya.”  Ucapannya tertahan oleh sesuatu yang entah, yang membuatku tambah penasaran.
Aku tak bertanya kepadanya-meski ingin sekali kutanyakan apa yang dimaksud dengan ucapannya sedari tadi. Kurasa Naela tak butuh pertanyaan, dia hanya butuh seseorang yang mau mendengar luapan perasaannya, sesuatu yang selama ini dia pendam. Yang diharapkannya adalah pendengar yang baik.
Dan begitulah Naela yang selalu cerita panjang lebar yang sebenarnya aku tidak mengerti dengan apa yang dia ceritakan, tetapi aku selalu memperlihatkan betapa aku memahami ceritanya. Kadang suaranya mendesah, terasa mengeluh, tetapi kemudian tawanya memecah keheningan sambil mengucap bahwa dia tegar dengan apa yang terjadi, kadang pula suara lirih dibarengi tangisan yang pilu.
“Apakah aku salah, May, jika aku masih mencintai dan sangat menyayangi mantanku?”
“Tidak.”
“Sungguh?”
Aku mengangguk. Dan baru aku mengerti kenapa Naela bertingkah aneh.          
“Kamu hanya menyenangkanku, May. Tentu kamu menganggapku pecundang cinta, iya kan, May?”
“Tidak, sama sekali tidak.”
“Kenapa tidak? Aku menjalin cinta dengan dua lelaki.”
Aku tak mau memutus ceritanya, meski aku pun ingin bercerita kisah cintaku yang tak jauh beda dengan kisah cinta Naela. Naela sahabatku.  Naela yang baik, Naela yang ceria, Naela yang manis. Memang kita sedang terjebak dalam cinta. Cinta yang benar-benar membuat kita lemah. Yah, benar katamu Naela.
“May, sedetikpun aku tidak bisa terlepas dari bayangannya, semua kenangan tentangnya selalu melekat erat dalam fikiranku. Dimana, bagaiman, kapan, dan seperti apa pertama kita bertemu, aku masih ingat betul. Bahkan, aku masih ingat dan faham puisi pertama yang dia tulis untukku. Puisi berjudul “Sepulang Mengantarmu”. Dan aku tak kuasa untuk  melepasnya dari hati dan pikiranku, walau kita sama-sama tahu kita sudah tak mungkin untuk bersama selamanya.”
Hampir setiap sore Naela duduk di bawah pohon beringin samping kampus. Entah sejak kapan dia jadi penunggu pohon! Yang jelas setiap kali aku pulang kuliah, Naela sudah duduk manis di bawah pohon. “ May, lihat senja yang indah.” Sambil menunjuk kearah matahari pagi yang tenggelam di Kaki langit. “Ada yang kamu tunggu Nae? Tanyaku, penasaran.”
“ Mungkin iya, mungkin juga tidak!”
“Apa maksudmu?”
Tak ada jawaban, hanya senyum yang menambah rasa penasaranku. Karena selama kita kuliah Naela selalu menyimpan rahasia.
“Kenapa setiap hari kamu habiskan waktu hanya untuk melihat senja yang memudar?” berharap mendapat jawaban yang pasti.
“Yah, karena tempat ini menyimpan senja-senja itu, senja yang mempertemukan aku dengan Rangga, senja yang membiarkan aku jatuh cinta pada Rangga, senja yang membuat kita bersatu, walau senja juga yang memisahkan kita.  Dan aku berharap menemukan Rangga pada senja sebelum memudar dan menghilang”.
“Ayo, lanjutkan Naela, ceritamu ini yang aku tunggu-tunggu.” Bisikku dalam hati.
“Saat ini kita masih bersama dan mengasihi. Meski kita sama-sama mengerti, perjalanan kita akan menemukan ujung, dimana kita akan berpisah dan kita memilih berjalan sendiri, tangan kita yang semula tergenggam erat pada saatnya nanti akan terlepas”. Sesekali berhenti menghela nafas.
“May, aku masih mencinati dan sangat menyayangi Rangga, dan aku juga tak bisa menolak saat lelaki yang berhati malaikat menghampiri dan memintaku dengan tulus untuk mendampingi hidupnya. Hubunganku dengan Rangga tidak memiliki tujuan. Hanya seperti ini yang bisa kita lakukan untuk menumpahkan segala perasaan. Memang aku menyembunyikan hubunganku dengan Rangga , tapi sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan terjatuh juga. Benar May, hubunganku itu tercium oleh Vino yang tak lain adalah tunanganku yang berhati malaikat. Tahukah May?,  kenapa aku meneyebutnya berhati malaikat? Setelah dia tahu semuanya, sedikitpun dia tak marah padaku, kata-katanya tak berubah penuh kasih sayang dan pemaaf. Walau aku tahu dari sorot matannya, Vino cemburu. Tapi aku mengabaikan isayarat matanya. Dengan rasa tak bersalah aku masih sering menemui Rangga.” Air mata pun membasahi pipinya.
Aku tak tega melihat Naela hatinya perih, tangisnya pun menjadi, memang aku ingin tahu apa yang terjadi pada Naela, hanya saja aku tak kuat melihat butiran air terus menetes di pipi yang memerah. Aku tak menahannya-meski ingin aku meminta untuk menyudahi ceritanya. Ia hanya butuh menumpahkan perasaanya; suatu yang membuat gelisah tidurnya.
Cahaya lampu di bawah pohon malam ini terlalu redup. Di malam ini aku benar-benar merasakan kehampaan hidup. Dosa apa yang membuat kita terjebak dalam cinta. Apa yang menimpa Naela sahabatku sama seperti yang aku alami. Malam semakin larut Naela menyudahi ceritanya, kita berpisah dengan hati yang tak menentu.
***
Sejak malam itu aku tak pernah melihat Naela duduk di bawah pohon beringin, bosan adalah sifat manusia, mungkin itu yang Naela rasakan. Atau mungkin Naela jenuh menanti mantan kekasihnya di ujung senja? Bukankah Naela wanita setia? Apa ku bilang! Aku bilang Naela setia? Bukankah dia sudah mengkhianati cinta Vino? Yang sangat tulus mencintai Naela dengan apa adanya. Tapi benar Naela memang sangat setia pada lelaki yang sungguh dia cintai. Bukankah sampai sekarang dia masih setia kepada mantan kekasihnya? Jika dia tak setia, tentu sejak mantan kekasihnya memutus hubungannya, Naela sudah pergi dan meninggalkannya. Cinta Naela tulus, dari kepedihan hatinya tak terasa hanya untuk bersama dengan orang yang dia cintai dan mencintainya.
            Ingin sekali aku menelpon atau mengirim pesan singkat hanya ingin tahu bagaimana kabarnya. Tapi rasanya tak penting. Aku yakin Naela akan baik-baik saja, Naela wanita yang tegar, setegar batu karang yang terhempas gelombang laut. Meski aku tahu Naela tak jarang menangis hanya karena cinta, tapi tak berarti menangis itu lemah? Justru dengan menangis akan memberikan kekuatan untuk bertahan. Karena dengan menangis seakan berkurang bebannya.
***
            Betapa sering ingin aku akhiri semua ini, setiap detik kesadaranku telah mencoba hentikan rasa ini.,menggeser mu dari raga dan hatiku. Dan tak pernah aku mengerti, justru rasa itu selalu datang dengan harapan baru sambil menggenggam erat tanganku, seolah-olah tak ingin aku lepas. Oh Tuhan, bagaimana aku menjalani semua ini?. Ingin aku memilih salah satu lelaki yang aku cintai, tetapi bagaimana bisa aku memilihnya? Sedang Rangga lelaki yang sungguh aku cintai tidak mungkin dia jadi pendamping hidupku, karena menurut dia ridho orang tua yang paling utama, orang tua kita tak merestui hubungan kita. Sedang sekarang aku terpaksa memilih Vino, lelaki yang belum bisa sepenuhnya untuk aku cintai, tapi dia satu-satunya lelaki yang slalu sabar menghadapiku dan lelaki yang bisa mengambil hati Ayahku.
Aku terus duduk terpaku, menghirup kecemasan dan harapan yang samar-samar. Selalu begitu, dan akan selalu begitu, sejak ada dua lelaki yang mengisi hari-hariku. Duduk dikursi menghirup kesunyian.[*]
Yogyakarta, Maret 2013
   Cerpen  S. Yunie



0 komentar:

Posting Komentar