“Di pangkuannya, aku menemukan ketegaran dan
kekuatan dalam keputusasaan"
Langit
berselimut mendung, rembulan menampakkan cahaya temaram, malam itu adalah malam
yang kurang menguntungkan bagi keluarga ku, rajutan cinta kasih sayang yang
sudah lama ku sulam, kala itu harus terkoyak bagai selembar sutera yang
terbakar, entah firasat apa yang aku rasa tentang kenyataan itu. Bahkan saat
ibunda tercinta sudah terbaring lemah di salah satu kamar flamboyan, kami masih
bisa tersenyum bisa berkumpul bersama. Terbujur kaku, dingin kala di sentuh,
terlihat kerut keningnya seakan tak rela penuhi panggilan-Nya, entahlah semua
itu hanya cerita yang ku dengar dari saudara, ingin tak percaya namun semua
nyata di hadapanku. Alam pun menangis ketika sesosok tubuh indah ku
rangkul. Ia yang ku suciikan dengan air mata.
Jangan
karena hal itu maka menjadikan diri kita terlalu larut dalam kesedihan.
Dan menjadikan diri kita terus tenggelam dalam Kekecewaan yang teramat sangat.
Melihat ketabahan Ayah menjadikan segalanya berubah. Aku harus lebih kuat
dibandingkan ayahku, karena pada akhirnya anak-anak ayah yang akan menguatkan
dan mendampingi sampai hari akhirnya.
Betapa
sabar dan tabahnya ayah saat ini? hidup tanpa ada pendamping dalam menjalani
kehidupannya, namun tak pernah ku temui beliau mengeluh apa lagi berputus asa
dalam menapaki jalan duniawi ini. Aku tahu pasti beliau kesepian, dalam pekat
malam tak ada satu pun putra putrinya menemaninya, anak pertama yang
sibuk dengan pekerjaannya, ihtiyar mendapatkan rizqi untuk menyambung hidup
keluarga, anak kedua yang sudah berkeluarga tidak begitu peduli dengan kesepian
ayah sibuk dengan istri keluarga kecilnya, anak yang ketiga pergi merantau demi
kehidupan yang lebih baik, dan anak yang keempat, satu-satunya anak
perempuan yang terlalu nekat melanjudkan pendidikan ke perguruan tinggi negeri
di kota pendidikan meskipun tak ada jaminan dari keluarga untuk tetap
membiayainya kuliah. Namun aku tahu Allah tidak tidur, Allah maha mengetahui
segala yang terjadi.
Hidup
yang seperti itu tetap baliau nikmati, tak pernah aku liat beliau meninggalkan
sholatnya. Meski beliau tidak begitu banyak ilmu agamanya namun beliau selalu
berusaha menjadi hamba yang taat kepada penciptanya. Mungkin beliau ingin mempunyai
pendamping baru, namun ternyata ayah tegar dan kuat untuk menjalaninya sendiri.
entah kekuatan apa yang ayah punya. Ternyata aku masih lemah tak setegar ayah,
di liat dari luar aku terliat tegar namun kenyataan berkata lain, hati ini
rapuh.
Saat
aku terseret jauh dalam kesedihan ayah selalu hadir. Anakku yang baik hati,
sadarlah, dan ingatlah!, hidup adalah perjuangan dan pengorbanan, aku berusaha
sadar dan menerima kenyataan dengan ikhlas dan penuh ketenangan jiwa, sungguh
menjadi orang yang bersifat sabar tidaklah semudah yang pernah dahulu kala aku
bayangkan sewaktu membaca teori-teori pengendalian emosi, apalagi seperti waktu
menasihati orang lain. Tidak. Ayah yakin semua pasti ada hikmahnya,
insya`allah, yakinlah, ia menutup kalam hikmahnya yang sembari beranjak
meninggalkan tempat duduknya. Sekarang tenangkanlah fikiranmu dengan berdzikir
dan bershalawat, ia lalu keluar menutup pintu kamar ku
Hari-hari
ku berlalu tanpa memberi banyak arti, aku tahu semua itu adalah tahapan hidup
yang harus ku lalui, semua manusia hampir mengalaminya, kesadaran ku muncul
secara tiba-tiba, kini aku terobsesi untuk menemukan kesejatian diri, seperti
kesejatian hidup yang dialami oleh ayah ayah ku, aku ingin menelusuri jejak
imajinasinya, sambil terus berkonsentari meluruskan garis-garis bengkok
kehidupan ku yang tampak malang melintang, dengan keinginan kuat dan ketabahan
ku dalam menanti kesuksesan yang berkabut awan kesengsaraan itu, aku pun pasti
akan memetik hasil yang cukup memuaskan, sebuah prestasi besar;
menguasai jiwa, sedikit demi sedikit, aku terus berusaha mengikuti jejak
langkahnya dalam menata pagar hati serapi mungkin, diri ku bahkan hampir tak
percaya, sepertinya aku sedang dalam angan-angan saja, adakah aku sedang berada
dalam alam mimpi?! pertanyaan itu yang selalu muncul di benakku. Sesungguhnya
aku sadar, bahwa aku berada dalam alam nyata. subhanallah, maha suci dzat yang
memudahkan hambanya dalam mengikuti jejak langkah orang-orang yang diridlai-Nya
dalam perkataan dan perbuatannya Itulah pergulatan jiwa ku yang sempat mewarnai
kehidupan dalam mengawal kesejatian diri dan mengukuhkannya, percobaan untuk
menemukan kesejahteraan dan kedamaian hidup, pernah ku percayakan pada materi,
akal dan sekumpulan teori keilmuan yang ternyata tidak membawa efek
keberuntungan yang hakiki, justru keberadaannya menjadikan aku jumud dan
terpasung dalam keputusasaan serta kegalauan jiwa, dalam tafakkur ku waktu itu,
dalam sembah sujud ku, dengan lantang aku mengadu, bersimpuh di atas sajadah
kasih sayang Nya, menorehkan tinta sejarah hidup ku beberapa tahun lalu,
mengabadikan tetes air mata ku dalam kekhusyu`an do`a pinta ku pada Nya, aku memohon
ampun atas segala kesalahan masa lalu ku dalam menentukan jalan beragama dan
berinteraksi antar sesama, aku keliru telah menuhankan sesuatu selain dzat Nya,
"Ya Allah! jadikan aku seperti para hamba Mu yang engkau cintai karena
ketulusannya dalam mengabdi, jadikan aku seperti petani yang ikhlas menanam
padi di hamparan sawah Mu yang berlumpur, ia mencangkulnya sendiri, ia merawat
dan memanennya untuk kesempurnaan dalam mengabdi pada Mu, ia menginfakkannya
sebagian dari hasil panennya untuk para fakir miskin disekitarnya, ia petani
yang berhati nurani suci, ia guru kehidupan yang sejati, ia bapak bangsa yang
mendidik kemandirian dalam hidup ku, ia pribadi yang pantang menyerah, ialah
yang melahirkan ayah ku, yang membimbingnya menjadi anak yang berbakti, darinya
aku lahir membawa pesan inspirasi ini, dan kini aku sedang dalam proses
mewujudkan impian besar sang inspirator asasi dalam hidup ku ini, untuk menjadi
manusia yang tidak mudah putus asa dalam mewujudkan asa, bermanfa`at untuk
agama, nusa dan bangsa, seperti ia ketika menanam padi, untuk kesejahteraan
banyak orang, bukan hanya sekedar untuk kepentingan
pribadi". Saat semua sudah berlalu, keputusasaan pun
menyapa dalam hidup Aku seperti tak mampu menahan tangis haru, subhanallah
"di pangkuan ayah , aku menemukan ketegaran dan kekuatan dalam
keputusasaan" Akhirnya, Semoga Allah Swt. mengampuni dosanya
dan nantinya kami dipertemukan dengan ibu di surga firdaus bersama
orang-orang mulia, amin.
Yogyakarta, 10
Juni 2013
0 komentar:
Posting Komentar